Anggota KPU: Perlu Penegakan Hukum Tegas untuk Cegah Konflik dalam Pemilu

Tue 04-Jan-2022 12:09:00 | POLITIK DAN UMUM | Admin
Anggota KPU: Perlu Penegakan Hukum Tegas untuk Cegah Konflik dalam Pemilu


Jakarta - Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Pramono Ubaid Tanthowi mengatakan panjang atau pendeknya masa kampanye pemilu bukan satu-satunya faktor yang dapat memicu konflik di masyarakat. Ia menyebutkan sebab lain seperti sistem pemilu, jumlah dan perilaku kandidat, serta integritas penyelenggara.

"Masa kampanye bukan satu-satunya yang memicu konflik dalam pemilu. Jadi panjang atau pendeknya bukan satu-satunya faktor yang menentukan konflik keras atau tidak," kata Pramono dalam diskusi daring yang digelar Konstitusi dan Demokrasi (Kode) Inisiatif, Jumat (4/2/2022).

Konflik dalam pemilu bisa muncul karena beragam hal. Ia menyebutkan, antara lain, sistem pemilu, jumlah dan perilaku kandidat, serta integritas penyelenggara.

"Misal pilpres diikuti dua pasangan calon dengan pilpres yang diikuti lima pasangan calon pasti berbeda tingkat konfliknya. Demikian pula perilaku kandidat. Apakah kandidat meledak-ledak atau provokatif, itu akan berbeda dengan perilaku kandidat yang lebih persuasif," ucapnya.

Dia menyebut tidak tepat jika dikatakan durasi masa kampanye pemilu memperburuk konflik yang terjadi di masyarakat. Pramono mengatakan, untuk mencegah pemilu berubah jadi kekerasan, maka perlu penegakan hukum yang tegas dan adil bagi tiap bentuk pelanggaran kampanye yang telah diatur dalam UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017.

Sebelumnya, pemerintah meminta masa kampanye sebaiknya dipersingkat menjadi 90 hari. Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian mengatakan, hal ini demi mencegah keterbelahan yang lebih meluas di masyarakat. 

"Tiga bulan sudah cukup. Kami kira masyarakat juga tidak lama terbelah dan kami kira dengan adanya teknologi komunikasi, media, maupun sosmed, jaringan, kami kira ini waktunya cukup," kata Tito dalam rapat di Gedung DPR, Senin (24/1/2022) lalu. 

Disampaikan Tito, pemerintah berharap penetapan jadwal pemilu diambil berdasarkan prinsip efisiensi di tengah situasi pemulihan ekonomi dan kondisi keuangan negara, baik di level pusat maupun pemerintah daerah. Dengan adanya efisiensi tersebut, akan berakibat pada anggaran dan tahapan kampanye.

Berkaca dari suskesnya pengalaman Pilkada Serentak 2020, Tito mengimbau untuk mengambil pelajaran positif yang bisa diterapkan pada Pemilu dan Pilkada tahun 2024. 

Sebaliknya, pengalaman yang kurang bagus seperti panjangnya masa kampanye yang berakibat pada keterbelahan masyarakat perlu dikelola.

Konflik dalam pemilu bisa muncul karena beragam hal, antara lain, sistem pemilu, jumlah dan perilaku kandidat, serta integritas penyelenggara.

Leave Your Comments