Jakarta - Kasus virus Corona Covid-19 di India mengalami ledakan beberapa waktu belakangan. Dikutip dari laman Worldometers, India melaporkan adanya 256.947 kasus baru harian dan 1.757 kematian pada Senin (19/4/2021).
Mantan direktur penyakit menular WHO Asia Tenggara Tjandra Yoga Adhitama, menyebut di akhir tahun 2020, kasus covid-19 di India sempat turun 10 kali lipat dari 90 ribu kasus menjadi 9 ribu tanpa vaksin. Namun, kini kasus melonjak naik hingga 30 kali lipat.
Associated Press melaporkan India kembali memecahkan rekor penambahan infeksi Covid harian pada Senin (26/4/2021), sebanyak 352 ribu kasus. Angka ini membuat India mendapatkan 1,5 juta kasus hanya dalam jangka waktu lima hari saja. Lockdown pun terus terjadi di beberapa wilayah seperti New Delhi, Negara bagian Maharashtra, Kota Bengaluru di negara bagian Karnataka juga memulai lockdown Selasa (27/4/2021).

Perdana Menteri (PM) India Narendra Modi menyatakan bahwa negaranya sedang mengalami badai infeksi Covid-19. "Kami yakin, semangat kami naik setelah berhasil mengatasi gelombang pertama, tetapi badai ini telah mengguncang bangsa," kata Modi dalam sebuah pidato yang disiarkan di radio.
Pemerintah India secara keseluruhan dianggap gagal dalam menangani pandemi Covid-19 yang menyerang negara itu. Bahkan beberapa pihak meminta agar Modi untuk mundur. Permintaan ini dilandasi oleh sikap PM yang terlihat tidak peduli dengan penyebaran Covid-19. Dalam sebuah momen, Modi terlihat tidak mengenakan masker pada rapat umum kampanye partainya BJP. Modi juga dianggap gagal dalam mengatasi mobilitas publik pada acara tradisi Kumbh Mela di sungai Gangga. Di saat pandemi yang masih meluas di negara itu, tradisi ini masih tetap saja terjadi dengan mengumpulkan kerumunan sebanyak 5 juta orang.
India dan Indonesia sama-sama negara demokrasi yang baru saja usai melakukan hajatan politik, yaitu pemilihan kepala daerah atau pilkada. Bahkan pilkada di Indonesia adalah hajatan politik terbesar kedua setelah Pilpres Amerika.
Pelaksanaan Pilkada di Indonesia awalnya banyak yang memandang pesimis, bahkan meminta menunda Pilkada. Namun Indonesia tetap melaksanakan dengan syarat Prokes ketat; kampanye 50 orang dan 3 M. Dilarang kerumunan, dan pencoblosan sesuai waktu panggilan sehingga calon pemilih tak membludak di TPS. Hal itu berhasil. Bahkan partisipasi politik terbilang tinggi hingga mencapai 76%.
Ketua Komisi Pemilihan Umum atau KPU Arief Budiman mengatakan partisipasi pemilih di Pilkada 2020 mencapai 76,13 persen. Dikutip dari tempo.co, Anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini menyatakan angka Partisipasi masyarakat ini menunjukkan pemilih Indonesia yang setia dan kooperatif terhadap agenda elektoral. Kondisi pandemi Covid-19, kata dia, ternyata tak menghalangi pemilih untuk mengalirkan suara.
Dengan keberhasilan pelkaksanaan Pilkada dengan Prokes ketat, Pilkada di Indonesia mendapat apresiasi dari berbagai kalangan di tingkat nasional bahkan internasional. Salah satu apresiasi mengalir dari Amerika Serikat.
Dikutip dari kompas.com, Mendagri Tito Karnavian mengatakan tingkat partisipasi pemilih di Pilkada 2020 mendapat apresiasi dari Duta Besar Amerika Serikat Sung Kim. Adapun, kata Tito, jumlah partisipasi pemilih di Pilkada 2020 mencapai 76,09 persen mendekati target sebesar 77,5 persen. "Mereka (AS) menyampaikan selamat kepada Indonesia, karena selain tertib saat pemungutan suara, kampanye juga, voters turnout ini luar biasa bagi mereka," kata Tito dilansir dari laman resmi Kemendagri, Kamis (21/1/2021), lalu.
Sebelumnya, Duta Besar Amerika Serikat untuk Indonesia menyampaikan selamat atas keberhasilan Pilkada 2020. "Saya ingin mengucapkan selamat atas suksesnya pemilihan (kepala) daerah yang baru lalu. Sungguh menakjubkan bagi saya kesuksesan tersebut," jelas Duta Besar AS untuk Indonesia, Sung Y Kim saat melakukan kunjungan kehormatan kepada Mendagri di Kantor Kemendagri, seperti dikutip dari sindonews.com (21/1/2021).
Lalu, walau sama-sama melaksanakan hajatan politik di tengah pandemi, kenapa India dan Indonesia berbeda. Di Indonesia, pilkada tidak menjadi ajang penularan covid, sementara di India, pemilihan kepala daerah menjadi ajang penularan covid yang sangat parah. Jawabannya adalah, India lengah.
Hajatan politik di India tanpa dibarengi dengan prokes yang ketat. Tanpa intervensi. Mantan direktur penyakit menular WHO Asia Tenggara Tjandra Yoga Adhitama menilai ada 5 faktor yang berkonstribusi dan membuat kasus covid-19 di India naik.
Pertama, 3M (menjaga jarak, memaki masker, mencuci tangan) kendor. Pasar, bioskop, hingga kereta ramai dikunjungi. Kedua, adanya event atau acara-acara besar yang diadakan di India, seperti upacara pernikahan, acara kebudayaan dan Pilkada.
Ketiga, mereka yang sudah divaksin merasa percaya diri berlebihan sehingga protokol kesehatan kendor. Keempat, test dan tracing per hari turun. Dan terakhir adanya mutasi corona di India.
Indonesia telah membuktikan bisa mengendalikan covid lewat 3 M plus 2 M menghindari kerumunan. Tapi tak boleh lengah. Khususnya di ritual lain seperti mudik. Sama degan Pilkada dimana Kemendagri memobilisasi KDH dan jajaran di daerahnya maka daerah harus bergerak cepat memakai pola pilkada agar sukses kendalikan covid jelang lebaran. Pelajaran kontras dari India jangan terjadi. Karena Indonesia sudah relatif berhasil dalam pilkada sementara India gagal. apalagi dengan ditemukannya mutasi virus covid yang sudah menyerang berbagai negara seperti India, UK dan Thailand.
Melansir The Asean Post, varian baru yang disebut B.1.617, awalnya terdeteksi di India dengan dua mutasi, yaitu E484Q dan L452R. Penemuan pertama kalinya dilaporkan akhir tahun lalu oleh seorang ilmuwan di India dan rincian lebih lanjut disajikan di hadapan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).