Jakarta - Membahas kain tradisional, biasanya yang pertama terbesit di benak adalah batik. Anggapan ini tak sepenuhnya benar, karena masih banyak kain Tenun Tradisi Nusantara lainnya yang layak dieksplor dan jadi khas sebuah daerah, seperti Kabupaten Sambas yang memiliki kain tenun kebanggaan yaitu Lunggi dan Cual.
Menurut Ketua Dekranasda Kabupaten Sambas, Lusyanah Kosasih, menenun di Sambas sudah menjadi kebiasaan dan menjadi budaya Masyarakat Sambas sejak lama.
"Tenun Sambas merupakan khazanah budaya yang sudah ada sejak Kesultanan Sambas yang pertama, yaitu Sultan Muhammad Syafiuddin atau lebih dikenal sebagai Raden Sulaiaman," ujar Lusyanah dalam sebuah video yang ditayangkan pada Kegiatan Gerakan Pembangunan Terpadu Perbatasan (Gerbangdutas) yang dilaksanakan pada 9 April 2021 lalu, di PLBN Aruk-Sambas, Kalimantan Barat.
"Ada dua macam tenun Sambas. Pertama, Tenun Songket atau lebih dikenal Kain Lunggi," jelasnya.
Tenun Lunggi atau Kain Benang Emas. Disebut Kain Benang Emas karena salah satu bahan yang digunakan adalah benang berwarna kuning emas.
Kain Tenun Benang Emas ini biasanya dikerjakan secara tradisional dengan alat pemintal terbuat dari kayu belian. Kebanyakan dikerjakan oleh penduduk di sekitar pesisir Sungai Sambas sekitar Kota Sambas. Penenun ini tergolong unik karena kepandaian menenun ini didapat dari orang tuanya atau kepandaian ini diwariskan secara turun temurun.
"Kedua, tenun cual atau kain cual. Ini aga mirip dengan tenun ikat," kata Lusyana.
Kain Tenun Cual khas Kabupaten Sambas adalah kain tenun yang dibuat sepenuhnya menggunakan alat tradisional yang terbuat dari kayu. Ada 2 jenis kain cual yang dibuat oleh pengrajin. Pertama kain cual tanpa songket benang emas dan kain cual dengan songket benang emas. Belakangan, ada pula pemesan yang menginginkan warna silver.
Tenun Lunggi dan Cual ini berpotensi menjadi saah satu produk unggulan komoditas perbatasan untuk tujuan ekspor ke negara tetangga Malaysia. Kabupaten Sambas lokasi produksi tenun ini termasuk wilayah perbatasan yang pengembangan ekonominya sedang digencarkan oleh BNPP (Badan Nasional Pengelolaan Perbatasan) seiring dengan diterbitkannya Inpres no 1/2021 dimana PLBN Aruk di Kecamatan Paloh Kabupaten Sambas menjadi salah satu pilot proyek disamping Motaain NTT dan Skouw Papua.

Pengerjaan tenun di Sambas ini tidaklah mudah dan murah. Butuh konsentrasi, ketelitian, kerapian, dan nilai seni dari si penenun. Maka itu, harga yang berkisar 600 ribu hingga di atas 1 juta menjadi masuk akal karena prosesnya yang rumit. Lama pengerjaan biasanya sekitar 2-4 minggu. Bila menginginkan hasil tenun yang semakin halus, maka tentu semakin mahal pula harganya karena semakin sulit dan lama proses pembuatannya.
Motif kain tenun songket khas Sambas ini dibuat dan dirancang sendiri oleh pemesan atau penenun. Biasanya, motif yang dipakai kain tenun khas Sambas ini adalah motif padang terbakar, lunggi, insang, atau pecuk rebong. Warna emas mendominasi garis dan corak kain songket ini, walau masih ada juga warna lain seperti abu-abu, biru, dan lain-lain. Warna dasar biasanya menggunakan warna biru, merah, atau coklat.
Kain Sambas biasanya dipakai pada acara resmi seperti kenduri pernikahan, musyawarah, menghadiri undangan- undangan dari pembesar daerah atau raja, khitanan, hari raya, dan lain-lain.